bayangkan sebutir beras jatuh di lubang hidungmu tersedot dalam tarikan nafas kencangmu menacap di kerongkongan hingga kau tersedak dan mati. atau sebakul beras sehabis masak dari dari dandang di atas tungku tumpah dipunggungmu lengket dan panas, ada seseorang yang bersikeras memendam kenangan dan menyimpannya walaupun itu berarti siksa, ada yang memanggil nama seseorang dengan kencangnya berharap datang padahal yang di panggil udah tiada bukankah itu siksa? jangan kan memanggil membayangkan wajahnya pun seperti siksa lalu entaahlah yg bagiku siksa belum tentu bagimu, yang bagimu siksa belum tentu bagiku. dan semoga kita semua setuju siksa adalah guyuran nikmat yang tertunda lalu luka yang dihasilkan dari siksa bukan hanya harus menyembuh tapi harus mengindah dan membarokah, semoga.
Siksa adalah bau busuk percintaan katamu
Bahkan lebih siksa lagi percintaan busuk yg tanpa bau
Dan yg paling tersiksa adalah sama sama tak bau apa-apa lalu saling menuduh
Tanpa bukti
Hanya asumsi
Mungkin ini, mungkin itu mungkin anu berkeliaran di pikiran
Sekali lagi hanya asumsi
Lalu sama sama bersedih untuk hal-hal yang tak perlu
Ingat "kesedihan yg salah adalah sumber masalah" lalu sama sama mempersalahkan hal-hal yg belum tentu kejadian. Mengungkit ungkit masa lalu yg bahkan sama sekali tak ada hubungannya denganmu tak ada hubungannya dengan saat bersama-sama.
Jika memang cinta masa depan saling suci.
Katakan: kamu lahir ketika aku mulai jatuh cinta padamu
Dari lahir kita bersama
Bukankah mesra kalo kita saling percaya saja
Bukankah semua bisa selesai dengan di jelaskan ?
Yang masuk akal tapi hati mulai meragu
Di iyakan sajalah
Berbondong-bondong kalimat itu mendera kepala lalu meledak
Menjadi kalimat tanya
Curiga
Malas menjelaskan hal yang sama
Pertanyaan pun nyaris sama terus berulang
Hingga timbul karangan yg keluar konteks
Lalu
Saling menyalahkan
Siapa suruh nuduh
Siapa suruh ngarang
Hingga pada suatu ketika
Buntu
Komunikasi macet
Yang bertanya sudah tak percaya jawaban
Yg tertuduh sudah muak menjawab
Diam dan hening
Suntuk
Cari pelarian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar